Mitos Seputar Jantung

Info Kesehatan Jantung merupakan salah satu organ vital bagi manusia. Ketidakpahaman manusia tentang organ itu membuat banyak mitos beredar di masyarakat. Yang gawat, tidak sedikit yang memercayai, walau kemudian terbukti salah. Dan kalau salah, nyawa taruhannya.

Mitos 1: orang muda tidak kena serangan jantung
Kata siapa? Mitos ini sangat lama beredar di masyarakat, bahkan mungkin masih banyak yang memercayai. Tetapi faktanya, setelah era 90-an penderita serangan jantung semakin muda
. Kini, tercatat sebanyak 20 persen kasus serangan jantung di bawah usia 40, sebanyak 40% di antara usia 40-45, dan 40% di atas usia 50. Itu sebabnya setiap orang disarankan untuk melakukan pengecekan dan pencegahan sejak dini, setelah usia 25. Ada tiga faktor yang meningkatkan risiko terkena penyakit jantung, yaitu terlalu banyak mengonsumsi lemak dan gula, kemalasan fisik, dan pengaruh radikal bebas. Kalau faktor risiko ini dirangkum menjadi satu, ujungnya adalah gaya hidup! Waspada!

Mitos 2: jantung tidak perlu beristirahat
"Kalau jantung beristirahat, mati, dong, orangnya!" Meski tidak benar-benar berhenti berdenyut, jantung juga perlu beristirahat. Kapan? Di saat kita tidur. Sewaktu tidur, jantung berkontraksi minimal, yaitu sekitar 50-60 denyut per menit. Tugas jantung sejatinya sangat berat. Setiap kali berdenyut, jantung memompa 70-80 cc darah. Dan dalam satu menit, jantung berdenyut 70-100 kali. Artinya, dalam satu menit jantung akan memompa 500 cc cairan darah, dan ada 30.000 cc atau sekitar 5.000-6.000 liter darah dipompa setiap hari. Ini sebabnya tidur sangat penting bagi kesehatan jantung.

Mitos 3: serangan jantung diwariskan?
Pada intinya, penyakit jantung tidak menurun secara genetik. Namun, kalau keluarga Anda memiliki riwayat serangan jantung yang tinggi, maka itu mempertinggi risiko Anda terkena. Oleh karenanya Anda harus bisa mengenali diri dan lingkungan Anda, berhenti merokok, olahraga teratur, menjaga kolesterol, gula, dan berat badan, plus periksakan diri Anda sejak dini.

Mitos 4: dada kiri nyeri = serangan jantung?

Belum tentu iya, tetapi belum tentu juga tidak. Jika rasa nyeri menjadi lebih kuat ketika aktif berkegiatan, dan gejalanya menurun dengan pemberian obat nitrat di bawah lidah, maka itu mengindikasikan sakit jantung. Tetapi, bila sakit di dada dapat ditunjuk dengan jelas menggunakan jari -dan jika ditekan terasa nyeri, kemungkinan besar ini sakit otot dada. Di Indonesia, kebanyakan tanda serangan jantung yang muncul adalah sakit di ulu hati, kembung dan seperti masuk angin. Berbeda dengan di AS yang nyeri berawal dari dada, lalu menjalar ke lengan kiri dan leher. Yang menghebohkan, penelitian di Universitas Airlangga pada 1980-an menunjukkan, ketika orang-orang yang merasa masuk angin diperiksa, sesungguhnya 30 persen di antara mereka terkena serang jantung koroner.

Mitos 5: bisa mendeteksi serangan jantung
Salah besar. Ada alasan kuat mengapa serangan jantung dapat disebut 'the silent killer', tak hanya di Indonesia, melainkan di seluruh dunia. Faktanya, sebanyak 30 persen kasus serangan jantung tidak memiliki gejala dan berakhir dengan kematian. Ini yang disebut sudden death. Pemberitahuan untuk pertama dan terakhir kalinya. Memang, beberapa serangan jantung, terutama jika disebabkan bisul penyumbat pembuluh darah yang besar, menimbulkan gejala. Tetapi pecahnya bisul pembuluh darah yang kecil, yang ukurannya kurang dari 50 persen penyumbatan, inilah yang menyebabkan sudden death. Plak-plak kecil inilah yang jahat. Bagaimana tidak, ia tidak terlihat dengan EKG, tidak terdeteksi dengan tes treadmill. Ia baru akan tampak jika dilakukan Multislice CT scan. Dari sinilah julukan silent killer berasal.

0 Response to " Mitos Seputar Jantung"

Posting Komentar